Laman

Senin, 18 Oktober 2010

Chuno (Episode 2)


Di suatu tempat Kim Hye Won (Un Nyun sedang melaksanakan prosesi pernikahan dengan seorang pejabat kerajaan. Wajahnya menyimpan keterpaksaan dan kesedihan.
Lee Dae Gil yang mendapat info dari Wang Son tentang keberadaan Un Nyun memacu kudanya. Sesuai petunjuk Wang Song Lee Dae Gil tiba dipinggir sungai. dia melihat seseorang yang sedang menjemur kain-kain, yang mengingatkannya pada Un Nyun.


Jendral Choi curiga ada sesuatu yang tidak beres. Dia menanyakan tempat tujuan Dae Gil pada Wang Son. Akhirnya mereka sadar Dae Gil dijebak, mereka berdua bergegas menyusul.

Di pinggir sungai itu ternyata seniornya (namanya lupa) dan anak buahnya telah menunggu. Dia menjebak Dae Gil dengan mengarang cerita tentang Un Nyun. Mereka bertarung di antara kain-kain. Dengan mudah dia berhasil mengalahkan anak buahnya. Dae Gil bertarung melawan seniornya. Dalam waktu singkat dia berhasil menang. Dae Gil yang marah bermaksud membunuh seniornya. Pada waktu yang tepat rekan-rekannya datang mencegahnya.


“Sadarlah kamu bisa dihukum karena ini”, Jendral Choi menasehatinya. Dae Gil memang sedang emosi ia akhirnya juga bertarung melawan Choi pinggir sungai, kemudian di atas perahu. Choi melayani Dae Gil yang berusaha melepaskan emosinya dengan bertarung.


Setelah upacara pernikahan, Un Nyun sendirian di kamarnya termenung dan bersedih. Dia masih menyimpan batu kenangan antara dia dan tuan muda (Dae Gil). Kakaknya datang menejenguknya. Dia meminta Un Nyun melupakan masa lalu dan berusaha mencintai suaminya, melahirkan anak dan hidup bahagia.
“Walaupun untuk kebahagianku kau membunuh orang?”, sindir Un Nyun mengingatkan kakaknya pada kejadian dia membakar rumah majikannnya dan membunuhnya. Kalau dengan membunuh orang bisa membuatmu beruntung aku akan membunuh lebih banyak lagi. Un Nyun mengira Dae Gil juga ikut terbunuh. Kakaknya menunjukkan bekas luka bakar di dadanya saat menghilangkan cap/tato budak. Bahwa saat besi panas mengenai tubuhnya dia menjerit bahagia karena bebas dari perbudakan.
Un Nyun sendirian dia mengingat tuan muda. Saat itu tuan muda akan dijodohkan. Un Nyun mendengar jawaban tuan muda pada ayahnya bahwa tidak ada wanita yang dicintainya. Un Nyun sedih mendengarnya. Dae Gil ke dapur melihat Un Nyun bersedih dan menghiburnya
. Dia memberikan sepatu baru warna merah muda untuk Un Nyun, lalu pergi. Un Nyun begitu bahagia. Dia lalu mengejar Dae Gil keluar dan menciumnya.


Di Istana terjadi kehebohan. Lukisan kejadian di P. Jeju yang menimpa anak-anak putra mahkota beredar sampai ke tangan raja. Lukisan itu seolah-olah mengatakan bahwa cucu-cucunya itu meninggal karena racun bukan karena wabah penyakit. Tinggal pangeran bungsu yang masih hidup. Raja terlihat bersedih.
Suatu malam suatu rumah beberapa orang bangsawan mengadakan pertemuan tertutup untuk membicarakan lukisan di pulau Jeju. Mereka ketahuan lawan politiknya yang berkuasa dan ditangkap. Mereka dituduh menyebar berita tidak benar yang bisa menimbulkan sentimen negatif publik juga membuat raja menjadi berduka. Mereka pun dibunuh.

Malam itu pengantin laki-laki dengan bahagia
menuju ke kamar untuk malam pertamanya. Un Nyun sudah tidak ada di sana, baju pengantinnya terlihat rapi. Un nYun telah pergi dengan menyamar. Dia berkata dalam hati agar kakaknya tidak usah mengkhawatirkan kebahagiannya. Sang pengantin panik dia memanggil orang-orang. Kakaknya datang dia merasa bertanggung jawab dan akan mencarinya.


“Tidak usah, dia sudah menjadi propertiku sekarang , aku akan mencarinya sendiri!”, kata pengantin pria
Kakaknya melihat gelagat yang tak enak dari suami adiknya, dia meminta anak buahnya mencari Un Nyun lebih dahulu. Mereka berusaha membawa kembali Un Nyun dengan selamat apapun resikonya.
Pengantin pria juga membagi-bagikan hadiah untuk menangkap Un Nyun hidup dan mati. Dia juga meminta jasa kepada perempuan cantik misterius untuk mencari istrinya.


Di kandang kuda mantan jendral Song Tae Ha membaca dokumen yang diselipkan seseorang padanya. Dokumen itu adalah gambar dari peristiwa di P Jeju dan membaca surat pribado dari putra Mahkota untuknya menjelang kematiannya. Beliau memanggil Song Tae Ha dengan sebutan “Kawan”. Saat itu putra mahkota sudah menyadari dirinya dia akan meninggal.

Beliau menitipkan anak-anaknya pada Song Tae Ha . Saat selesai menulis pangeran mundah darah dan meninggal。Bercak darahnya tersisa di surat itu. Song Tae Ha mengingat kenangannya bersama pangeran saat akan mempertahankan korea dari serbuan Qing.
Song Tae Ha merasa sudah waktunya dirinya untuk bergerak, dia akan lari dari tempat itu. Dengan ilmu meringankan tubuhnya dia meloncat ke atas kandang mengambil senjatanya yang selama ini dia sembunyikan di situ (golok dengan pegangan panjang/tongkat). Dia ternyata selama ini tidak pincang seperti yang dia kesankan pada orang-orang. Saat akan lari dia juga mendengar budak-budak di tempatnya merencanakan kabur. Karena saat itu petinggi militer tidak di tempat dan penjagaan sat itu tidak seketat biasanya. Dia menunggu saat yang tepat.
Budak-budak itu kabur dengan nekad dengan membawa kayu dan garpu jerami. Mereka terkepung dan dengan mudah dikalahkan para prajurit. Song tae ha muncul sambil terpincang-pincang. Dia meminta budak-budak itu dibiarkan pergi bersamanya. Dia melawan para prajurit itu dengan mudah dengan kaki yang sehat.

Budak-budak ikut lari bersamanya. Mereka tidak menyangka orang yang selama ini selalu mereka kerjai ternyata orang hebat. Dia memerintahkan mereka untuk tetap bersembunyi di sekitar itu dan baru brangkat menjelang pagi, mereka menurut.


Pagi harinya polisi menghampiri Dae Gil yang sedang berlatih. Dia berkata bahwa para budak di akademi militer melarikan diri semalam dan sampai pagi tidak berhasil ditemukan. Dae Gil heran sampai prajurit saja belum menemukan mereka. Dia menawar bayaran yang tinggi. Dia tidak menemukan Wang Son, Dae Gil berangkat bersama Choi. Dengan pengalamannya dia bisa mengira ke arah mana mereka pergi. Song Tae Ha dan budak – budak itu pergi melewati rumput-rumput yang tingginya rata-tata setinggi badan manusia. Budak-budak itu kepayahan berlari mengimbangi Tae Ha. Tae Ha menyuruh mereka berlari terus karena mereka masih harus pergi ke selatan sebelum terkejar sebentar lagi. Mereka terkapar kelelahan dan akhirnya menyerah untuk ikut bersama Tae ha. Mereka ingin berpisah. Tae Ha mengancam mereka agar jika tertangkap jangan mengatakan apa-apa tentangnya atau dia akan datang menghabisi mereka.

Tae Ha lari. benar saja mereka lalu mendengar suara kuda mendekat. Budak-budak kocar kacir ketakutan. Dae gil mengejar Tae Ha dengan kudanya. Tae Ha mengambil posisi diam menyongsong Dae Gil. Begitu kudanya mendekat dia melompati pedang Dae Gil dengan mudah dan mendarat indah. Dae Gil tahu kali ini lawannya tangguh. Dia turun dari kuda dan mengambil jarak puluhan meter dengan Tae Ha. Dae Gil menyiapkan pedangnya, Tae Ha golok panjangnya.


Mereka siap bertempur di tengah rerumputan yang tinggi. Mereka berlari mendekati lawannya siap menerjang...

Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...