Senin, 18 Oktober 2010
Hwang Jin Yi (Episode 9)
Begitu Eun-ho maju, Baek-moo langsung menyerahkan sebilah pedang karena sebelumnya telah menyebut kalau siapapun yang keberatan maka ia harus berduel dengan pria yang berhasil mendapatkan pita rambut calon gisaeng pilihannya. Dalam keadaan terguncang, Eun-ho meletakkan pedangnya dan pergi.
Bisa dibayangkan, bagaimana pedihnya hati Ji-ni melihat pria yang dicintai tidak membelanya sehingga tidak ada pilihan lain selain menyerahkan harta yang paling berharganya pada ayah Eun-ho. Beruntung di malam hari, Ji-ni ditolong oleh Hyeon-geum, yang memasukkan obat tidur ke minuman pejabat Kim.
Di tempat lain, Yi Saeng yang terus mendampingi Hyeon-geum juga mendatangi Eun-ho dan memintanya untuk membawa Ji-ni lari. Seperti yang bisa ditebak, baik Eun-ho maupun Ji-ni sama-sama menolak karena sadar kalau cinta mereka tidak bisa dipertahankan. Namun, pikiran Eun-ho berubah saat diberitahu kalau Ji-ni telah mempertaruhkan semua demi dirinya.
Dasar apes, saat berusaha melarikan diri Eun-ho malah dicegat sang ibu, yang menyebut kalau sang putra boleh pergi setelah dirinya mati. Rupanya, rencana tersebut ketahuan akibat pemberitahuan Gae-dong yang diiming-imingi bakal dipromosikan jadi gisaeng oleh Baek-moo. Nama terakhir sendiri cuma memikirkan satu hal : ia tidak ingin Ji-ni hidup menderita sebagai rakyat jelata.
Keruan saja, Eun-ho hanya bisa duduk bersimpuh ditengah derasnya hujan dan begitu pula dengan Ji-ni, yang duduk sambil gemetar dibawah pohon demi menanti kehadiran pria yang dicintainya. Dengan susah-payah, Yi Saeng berhasil menemukan gadis malang itu, yang akibat demam tinggi akhirnya pingsan.
Beruntung bagi Ji-ni, pejabat Kim tidak menyadari apa yang terjadi karena Baek-moo mampu memberikan siasat jitu meski untuk itu ia dihukum berat oleh sang guru. Namun nasib malang dirasakan oleh Eun-ho, yang akhirnya muntah darah dan jatuh sakit akibat tidak mampu menahan rasa perih dihatinya.
Tidak memperdulikan kondisi tubuhnya, Eun-ho mendatangi kediaman kelompok Song Do dan bertemu Ji-ni. Sama-sama merasakan penderitaan yang begitu hebat, Ji-ni yang sudah kadung sakit hati meminta Eun-ho untuk tidak lagi datang menemuinya sambil mengembalikan cincin yang pernah diberikan pemuda itu.
Pukulan batin yang didapat membuat penyakit Eun-ho makin parah, sambil bergumam ia mengutarakan penyesalan telah bertindak gegabah dengan melontarkan janji yang tidak bisa ditepati pada perempuan yang dicintainya. Sadar kalau umurnya tidak lama lagi, Eun-ho minta Duk-pal mengantarnya ke tempat dimana ia kerap bertemu Ji-ni dan sambil meneteskan air mata, pemuda itu akhirnya meninggal sambil membawa sejuta kepedihan.
Membawa peti mati berisi Eun-ho melewati kediaman kelompok Song Do, secara mengejutkan gerobak tidak mau bergerak. Rupanya, arwah Eun-ho ingin mengucapkan selamat tinggal pada Ji-ni untuk terakhir kalinya. Dengan air mata bercucuran, Ji-ni mengalungkan jubahnya ke peti mati sambil mengucapkan salam perpisahan pada Eun-ho, pria yang telah mengubah hidupnya.
Reaksi yang diberikan oleh para gisaeng binaan Baek-moo sangat mengejutkan, mereka memutuskan untuk melawan perintah sang pimpinan, menolak untuk berpartisipasi dalam turnamen dan ingin berkabung atas hilangnya cinta sejati salah seorang rekan mereka.
Ditemui Baek-moo saat sedang mendoakan arwah Eun-ho, Ji-ni melontarkan niat yang cukup mengejutkan. Selain mengaku siap hidup sebagai gisaeng sesuai dengan yang diinginkan, ia berjanji untuk tidak akan pernah memberikan hatinya siapapun dan bakal membalas dendam para kaum bangsawan dan Baek-moo karena telah membuatnya patah hati.
Sumber :
http://www.indosiar.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar